JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaikkan besaran upah minimum provinsi (UMP) pada 2021 sebesar 3,27 persen atau menjadi Rp 4.416.186,548.
Kenaikan UMP berlaku untuk kegiata usaha yang tidak terdampak pandemi Covid-19.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, besaran kenaikan UMP ini mengikuti rumus yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Sementara itu, UMP bagi kegiatan usaha yang terdampak pandemi Covid-19 tidak naik atau besarannya sama dengan UMP 2020, yakni Rp 4.276.349.
"Bagi kegiatan usaha yang terdampak Covid-19, maka kami menetapkan UMP 2021 tidak mengalami kenaikan atau sama dengan UMP 2020. Sedangkan, kegiatan yang tidak terdampak Covid-19 dapat mengalami kenaikan UMP 2021," kata Anies melalui keterangan tertulis, Sabtu (31/10/2020).
Ketentuan mengenai kebijakan UMP 2021 diatur melalui Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2020 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2021.
Kebijakan UMP 2021, menurut Anies, sejalan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/11/HK.04/X/2020 untuk menyesuaikan penetapan nilai UMP 2021 sama dengan UMP 2020 bagi perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19.
Anies menuturkan, kebijakan yang diambil adalah kebijakan asimetris atau tidak merata bagi semua usaha di Ibu Kota
Pertumbuhan usaha pada masa pandemi
Kebijakan asimetris diambil karena kondisi tiap usaha di Jakarta berbeda. Ada usaha yang merosot, ada pula yang justru tumbuh pada masa pandemi.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini mengatakan, produsen masker dan alat medis adalah contoh usaha yang mengalami pertumbuhan produksi. Pendapatan mereka juga semakin meningkat di tengah pandemi.
"Di sisi lain, pandemi Covid-19 ini juga membuat beberapa sektor tumbuh lebih pesat dan lebih cepat," ujar Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (2/11/2020).
Usaha yang tak perlu naikkan UMP
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta Andri Yansyah menuturkan, penetapan sektor usaha yang terdampak pandemi dan tak perlu menaikkan UMP dilakukan berdasarkan usulan dari perusahaan.
Disnakertransgi kemudian akan mengkaji dan memproses usulan tersebut dengan dibantu oleh Dewan Pengupahan.
Disnakertransgi akan menggunakan database pengawasan perusahaan selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai salah satu kajian untuk menentukan usaha terdampak pandemi Covid-19 atau tidak.
Data pengawasan PSBB bisa juga dijadikan data untuk menentukan apakah perusahaan ini terdampak atau tidak terdampak," kata Andri.
Kendati demikian, Disnakertransgi tidak akan lagi mengkaji usulan perusahaan di beberapa sektor yang memang sudah jelas terdampak pandemi.
Perusahaan yang bergerak di sektor yang jelas terdampak bisa langsung mendapatkan persetujuan untuk menerapkan UMP 2020, setelah mereka mengajukan permohonan.
Andri memberi contoh beberapa sektor yang jelas terdampak pandemi, yakni pusat perbelanjaan, perhotelan, periwisata, properti, ritel, hingga food and beverage (FnB).
Untuk perusahaan yang sudah jelas (terdampak) enggak usah lagi kami lakukan pengkajian. Contohnya mal, tujuh bulan enggak melakukan operasional," tutur Andri.
"Jadi kalau perusahaan mengajukan dilakukan penyesuaian UMP 2021, sepertinya untuk perusahaan tersebut tidak perlu lagi dilakukan kajian, langsung dikeluarkan SK (surat keputusan) untuk menggunakan UMP 2020," lanjut dia.
Batas pengajuan
Batas pengajuan perusahaan untuk tidak menaikkan UMP, atau disebut penangguhan UMP, berakhir pada 22 Desember mendatang. Batas waktu tersebut tercantum dalam Pasal 2 Pergub DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2020.
Dalam pergub tertulis, pengusaha dapat mengajukan permohonan penangguhan 10 hari sebelum kenaikan UMP diberlakukan.
Andri mengingatkan, perusahaan yang tidak mengajukan permohonan harus menaikkan UMP pada 2021.
"Kalau dia tidak mengajukan berarti dia tidak terdampak dan dia harus menerima ketentuan Pemprov DKI," ucap Andri.
Andri mengatakan, masih ada dua bulan waktu berjalan untuk melakukan sosialisasi agar tidak ada perusahaan yang merasa dirugikan dengan kebijakan kenaikan UMP tersebut.
Tanggapan pengusaha
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyambut baik kebijakan Pemprov DKI mengenai UMP 2021.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan UMP bagi sektor terdampak diinilai langkah tepat.
Sebab, apabila UMP dipaksakan naik, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pengurangan tenaga kerja agar tidak terjadi kenaikan biaya operasional.
Alphonzus menerangkan, selama pandemi, bisnis pusat perbelanjaan mengalami defisit, terutama setelah tak beroperasi pada April-Juni 2020.
Tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan anjlok menjadi 10-20 persen selama PSBB ketat.
Kondisi ini tidak jauh berbeda saat PSBB transisi diterapkan. Catatan APPBI, tingkat kunjungan sebesar 30-40 persen.
"Dengan kondisi seperti itu, maka yang terjadi adalah defisit karena tingkat penjualan tidak bisa menutupi biaya operasional," ujar Alphonzus.
Senada dengan Alphonzus, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, kebijakan Pemprov DKI cukup adil.
Kendati demikian, Sarman mengingatkan, aturan ini memerlukan kepastian dan jaminan bagi pengusaha yang terdampak pandemi Covid-19.
Dia berharap, Pemprov DKI Jakarta dapat mengawal kebijakan, mulai dari proses sampai turunnya SK penetapan.
No comments:
Post a Comment