Monday, November 16, 2020

Pengusul: Substansi RUU Ketahanan Keluarga Berbeda dengan UU Perkawinan

 



 JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi  PKS sekaligus salah satu pengusul  RUU Ketahanan Keluarga, Ledia Hanifa mengatakan, substansi di dalam RUU Ketahanan Keluarga berbeda dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan.

Hal tersebut disampaikan Ledia, menanggapi pernyataan anggota Baleg dari Fraksi Partai  GolkarNurul Arifin bahwa substansi di dalam RUU Ketahanan Keluarga sudah diatur UU Perkawinan dan UU Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

"Karena memang pengaturannya berbeda, karena UU Perkawinan dalam konteks perkawinannya, individu-individu yang terlibat, sementara di sini (RUU Ketahanan Keluarga) adalah sebuah sistem," kata Ledia dalam rapat Baleg secara virtual, Senin (16/11/2020).

Ledia mengatakan, ia dan para pengusul memastikan RUU Ketahanan Keluarga tidak menabrak ketentuan dalam UU yang ada.

Selain itu, ia mengatakan, pemerintah tidak akan mengintervensi yang hal-hal yang bersifat privat dalam keluarga.

"Meskipun kita punya UU yang mengatur urusan yang sangat privat, yaitu UU tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, urusan tempat tidur suami istri itu diatur ada di situ dan itu intervensinya lebih dalam," ujarnya.

Lebih lanjut, Ledia mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga bertujuan agar keluarga-keluarga yang rentan memiliki permasalahan difasilitasi pemerintah agar persoalannya dapat terselesaikan.

"Apakah itu mungkin ekonomi, pendidikan, narkoba, itu menjadi bagian yang menurut kami ini adalah hak masyarakat, hak-hak keluarga. Sehingga dengan rencana pembangunan ketahanan keluarga itu pemerintah ketika membuat kebijakan memperhatikan aspek keluarga," pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan, Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga (RUU KK) belum diperlukan masyarakat.

Sebab, menurut Nurul, sejumlah aturan yang diatur RUU Ketahanan Keluarga sudah diatur dalam UU yang sudah ada seperti UU Perkawinan serta UU Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Sebetulnya UU ini tidak perlu, karena ada UU lain yang sudah existing dan kemudian sudah mewakili dari subtansi yang ada di  RUU ketahanan keluarga ini seperti yang lain UU tentang Perkawinan dimana UU ini juga mengatur tentang peran keluarga dan sebagainya," kata Nurul dalam Rapat Panja Baleg secara virtual, Senin (16/11/2020).

Nurul berpendapat, sebaiknya Baleg melakukan revisi atas UU Perkawinan yang sudah lama direncanakan daripada membuat UU baru.

Selain itu, ia menilai, sejumlah ketentuan  RUU Ketahanan Keluarga terlalu luas mengatur kehidupan keluarga masyarakat.

"Kemudian dalam draf RUU ini disebutkan pekerjaan rumah keluarga misalnya di Pasal 27 huruf 3 mengatur hak cuti dan hak tunjangan, padahal ini kan sudah ada juga di pasal 82 UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," ujar dia. 

Nurul juga mengatakan, upaya RUU Ketahanan Keluarga untuk memperkuat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah hal yang baik dilakukan.

Namun, Nurul meminta, seluruh anggota Baleg DPR mempertimbangkan ulang langkah tersebut karena sangat mengintervensi kehidupan keluarga.

Ada baiknya kita pikir ulang. Kita ini masyarakat heterogen yang tidak mungkin diseragamkan, RUU ini terlalu rijit dan banyak mengurus hal-hal yang sedetail dan menyertakan masyarakat," ucap dia.

Lebih lanjut, Nurul juga mempertanyakan fungsi sistem informasi yang diatur dalam RUU Ketahanan Keluarga.

"Sistem informasi kepentingannya buat apa? Setelah kita identifikasi keluarga ini bisa jadi tolak ukur sesuai kriteria kita. Ini pikir saya RUU ini tidak masuk akal," kata dia. 

No comments:

Post a Comment

Wali Kota Resmikan Penggunaan Pintu Air Phb Pondok Bambu

   Wali Kota Administrasi Jakarta Timur, M. Anwar, menghadiri temu warga RW 011 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Minggu (12/2/...