Mendapati tingkat penularan Covid-19 di Jakarta yang semakin tak terkendali, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tengah mempertimbangkan stop PSBB transisi.
Tempo mewawancarai sejumlah warga Jakarta untuk mengetahui pendapat mereka terkait kemungkinan pemberlakuan kembali PSBB.
Seorang karyawan bagian pemasaran perusahaan swasta di kawasan perkantoran Thamrin, Edwin Garcia, 25 tahun, merasa pemerintah perlu kembali menerapman PSBB, mengingat penularan Coronabanyak terjadi di perkantoran.
“Memang sudah seharusnya PSBB diberlakukan kembali, karena penyebaran paling banyak juga di klaster perkantoran dan masih banyak orang tidak tertib protokol Covid-19. Padahal pekerjaan kantor juga masih bisa dilakukan dari rumah,” ujar Edwin saat dihubungi Tempo pada Selasa, 18 Agustus 2020.
Pandangan yang sama juga disampaikan Jeni Sumardi, 30 tahun, seorang karyawan perusahaan swasta di kawasan perkantoran Sudirman. Menurutnya, meskipun penerapan kembali PSBB bisa berdampak bagi ekonomi maupun pekerjaannya secara pribadi, tetapi faktor kesehatan warga harus diutamakan.
“Ada plus dan minus ya. Memang akan ada penurunan dari sisi performa, tapi itu bisa dimaklumi, karena yang terpenting saat ini penularan virus harus ditekan,” ujar Jeni.
Kebijakan rem darurat atau emergency brake dengan menghentikan PSBB transisi mulai dipertimbangkan karena kata Anies, tingkat penularan Covid-19 di Jakarta telah mendekati angka yang membahayakan.
Kata Anies, rasio positif atau positivity rate penularan Covid-19 DKI Jakarta dalam 3 pekan terakhir terus meningkat, dari yang awalnya hanya 5 persen kini telah mencapai 8,9 persen.
Menurut Anies Baswedan, angka rasio di bawah 5 persen masih tergolong aman, sedangkan angka di atas 10 persen berarti telah membahayakan. Oleh karena itu, dengan angka 8,9 persen yang berarti semakin mendekati kategori membahayakan, Anies mulai mempertimbangkan untuk menghentikan PSBB transisi.
Namun, tidak semua warga setuju dengan penghentian PSBB transisi.
Supri, 36 tahun, yang bekerja sebagai ojek daring, merasa penerapan kembali PSBB bisa memberatkan pekerjaannya. Berdasarkan ceritanya, di masa PSBB lalu ia nyaris tidak bisa mendapatkan penghasilan karena tidak bisa mendapatkan penumpang.
“Kalau saya pastinya keberatan. Tidak bisa dapat penumpang, kalaupun antar makanan itu kan cuma sedikit, jadi berebutan dengan driver lain,” ujar Supri.
Mariyati, 68 tahun, seorang pedagang sayuran di wilayah Matraman, Jakarta Timur mengatakan, jika PSBB transisi dihentikan, maka pemerintah harus menjamin penghasilan orang-orang yang bisa terdampak sepertinya. Apalagi menurutnya, bantuan sosial yang dijanjikan pemerintah nyatanya sulit didapatkan dan tidak mencukupi kebutuhannya.
“Saya sangat keberatan. Yang pertama, saya enggak bisa cari makan. Yang kedua, pemerintah harus menjamin. Saya kan lansia, kebutuhan kita kan bukan cuma beras,” ujar Mariyati.
No comments:
Post a Comment