Agenda Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Presidential Threshold (PT) 20 persen yang akan digelar pada Kamis (29/9) membuat Partai Keadilan Sejahtera kaget dan kecewa. Pasalnya, agenda tersebut langsung pada putusan uji materi tanpa ada kesempatan membuktikan dalil dalam persidangan.
Kuasa hukum Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Zainudin Paru menjelaskan bahwa seharusnya setelah proses sidang pemeriksaan pendahuluan, dilakukan pembuktian atas dalil disampaikan sebagai pemohon.
“Misalnya dengan menghadirkan ahli yang telah kami siapkan. Ini kok bisa langsung sidang pembacaan putusan. Kami sangat kaget dengan cara kerja MK yang seperti ini,” kata Zainudin Paru.
Dia mengingatkan bahwa ada asas umum hukum acara dalam sistem peradilan yang melekat kepada MK. Salah satunya adalah asas audi et alteram partem atau hak untuk didengar secara seimbang.
Menurutnya, asas ini tidak diterapkan karena PKS selaku pemohon belum sepenuhnya didengarkan karena tidak diberi ruang untuk membuktikan permohonan yang disampaikan.
Lebih lanjut, Zainudin menilai bahwa ruang sidang MK ini seharusnya membuka peluang untuk mendiskusikan mengenai angka PT yang rasional dan proporsional, dengan melibatkan publik secara luas.
Apalagi, ruang tersebut telah tertutup di parlemen, karena usulan PKS untuk memasukan revisi UU Pemilu ke dalam prolegnas prioritas ditolak oleh mayoritas fraksi di DPR.
“Ini seakan-akan PT ini sebagai barang yang haram untuk didiskusikan, termasuk di ruang sidang MK. Padahal, tawaran yang disampaikan oleh PKS berbeda dengan permohonan-permohonan sebelumnya yang menghendaki PT 0 persen, dan berbasis teori ilmiah. Sayang sekali apabila kami tidak diberikan kesempatan untuk membuktikan,” ujarnya.
Padahal, lanjut Zainudin, hadirnya PKS sebagai pemohon uji materi UU Pemilihan Umum (UU Pemilu) ini merupakan pemenuhan panggilan konstitusional (constitutional call) yang sebelumnya disampaikan oleh MK dalam berbagai putusannya.
Dalam putusan-putusan terkait PT 20 persen, permohonan selalu kandas karena dianggap tidak memiliki legal standing, karena yang seharusnya maju sebagai pemohon adalah partai politik.
“MK sebelumnya menyatakan hal tersebut dalam putusannya. Dan kami penuhi panggilan konstitusional itu untuk menjawab keresahan masyarakat dengan mengajukan permohonan ini. Namun, kok kami tidak diberi kesempatan untuk melakukan pembuktikan terhadap permohonan kami,” katanya.
Zainudin mengatakan tujuan utama pengajuan uji materi UU Pemilu ini bukan masalah menang atau kalah, melainkan bagaimana angka presidential threshold dapat didiskusikan secara rasional dan proporsional dengan melibatkan masyarakat.
“Apabila diskusi tersebut tertutup di DPR dengan dikeluarkannya revisi UU Pemilu dari Prolegnas Prioritas, maka seharusnya gunanya peradilan seperti MK yang membuka kembali diskusi tersebut. Ini kok MK justru ikut menutupnya,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment