Merdeka.com - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra mengatakan, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali sama sekali belum efektif mengendalikan laju penularan Covid-19. Penilaian ini berdasarkan hasil analisis terhadap angka kasus aktif Covid-19.
Data Kementerian Kesehatan pada 16 Juli 2021, kasus aktif Covid-19 atau pasien positif Covid-19 yang sedang menjalani perawatan maupun isolasi mencapai 504.915 orang. Selain kasus aktif, analisis belum efektifnya PPKM Darurat terlihat dari suspek Covid-19 yang berada di angka 226.551 orang. Di saat bersamaan, testing Covid-19 masih di bawah standar, yakni hanya 258.532 spesimen dari 179.216 orang.
Dari situasi yang ada, untuk efektivitas PPKM Darurat memang sama sekali belum dapat dilihat dari angka itu. Jadi kalau kita mampu mengevaluasi itu baru bisa lihat minggu depan kaitan dengan efektivitas PPKM Darurat," kata Hermawan dalam diskusi Jalan Terjal PPKM Darurat, Sabtu (17/7).
Hermawan kemudian menyinggung pihak yang mengklaim PPKM Darurat sudah efektif berdasarkan angka penurunan mobilitas penduduk. Misalnya, mobilitas penduduk di DKI Jakarta yang mengalami penurunan sebanyak 30 hingga 50 persen.
Padahal, kata dia, indikator pengendalian Covid-19 dilihat dari variabel epidemiologi angka kasus aktif, suspek dan testing. Bukan angka penurunan mobilitas penduduk.
"Mobilitas itu proxy, perilaku mobilitas bukan variabel epidemiologi," ujarnya.
Hermawan memprediksi kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia masih meningkat tajam dalam beberapa hari ke depan. Bahkan, ada kemungkinan penambahan kasus positif Covid-19 harian memecah rekor tertinggi selama pandemi.
"Akan terus naik dan akan memecahkan rekor-rekor lagi," ucap dia.
Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh P Daulay menilai PPKM Darurat di Pulau Jawa dan Bali sejak 3 Juli 2021 belum efektif mengendalikan Covid-19. Penilaian ini berdasarkan hasil evaluasi terhadap sarana dan prasarana kesehatan.
Evaluasi pertama terhadap fasilitas kesehatan atau rumah sakit rujukan Covid-19. Saleh menyebut, hingga saat ini, rumah sakit rujukan Covid-19 masih penuh. Bahkan, rumah sakit terpaksa membangun tenda di depan instalasi gawat darurat (IGD) untuk menampung pasien Covid-19.
Kedua, alat kesehatan tidak lengkap. Keterbatasan alat kesehatan ini membuat pasien Covid-19 tidak bisa mendapatkan perawatan maksimal di rumah sakit.
"Bayangkan misalnya ada rumah sakit yang sangat besar di Jakarta Selatan itu intensif care unit (ICU) hanya empat unit. Jadi sementara pasien yang ada di IGD saja sampai puluhan orang ngantre untuk masuk pada fasilitas itu," katanya dalam diskusi Jalan Terjal PPKM Darurat, Sabtu (17/7).
Ketiga, jumlah tenaga kesehatan terbatas. Di saat bersamaan, stok oksigen untuk pasien Covid-19 sangat terbatas. Keterbatasan stok oksigen ini terjadi di Pulau Jawa.
"Jadi apa yang saya sampaikan ini evaluasi apa yang saya lihat dan dari laporan yang saya terima dari masyarakat. Karena itu (PPKM Darurat) memang belum efektif, karena beberapa faktor tadi, bukan hanya karena mungkin kesiapan aparaturnya saja, tapi kesiapan sarana dan prasarana juga," jelasnya.
No comments:
Post a Comment