Mempelajari siroh ulama
atawa biografi para ulama termasuk bukti kecintaan kepada orang-orang sholeh atau mahabbatus sholihin. Dengan mempelajari siroh mereka, kita dapat meneladani kesholehan dan khidmat mereka menjalankan tugas dakwah, sebagai pewaris para Nabi. Mencintai orang-orang sholeh juga merupakan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam masyarakat Betawi yang egaliter, ulama mempunyai peran sangat penting, boleh dikata ulama adalah strata utama dalam kultur masyarakat Betawi. Seperti sebuah ungkapan “Sejago-jagonya orang Betawi tidak bisa lepas dari ulama…”
Akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 merupakan masa keemasan bagi pengembangan dakwah para ulama. Tentu saja keberadaan mereka merupakan mata rantai dari penyebaran Islam di tanah Betawi yang telah dirintis oleh para ulama sebelumnya. Pada akhir abad ke-19 dan pertengahan abad ke-20 hidup para ulama yang menjadi penerang tanah Betawi, dan antara mereka saling terjalin hubungan satu sama lain. Paling tidak ada enam ulama asli Betawi yang sangat berpengaruh dan mempunyai karya tulis kitab-kitab berbahasa Arab dan juga melahirkan para ulama besar generasi berikutnya. Keenam ulama tersebut sering disebut sebagi enam pendekar ulama atau ‘the six teacher.
Enam pendekar atau the six teacher adalah istilah yang dipergunakan oleh Abdul Aziz dalam bukunya Islam dan Masyarakat Betawi (2002) untuk menyebut para ulama asli Betawi atau yang lahir di Betawi dan hidup sezaman pada akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, mereka mempunyai karya-karya monumental berupa tulisan-tulisan atau kitab-kirab serta para murid hasil didikannya kelak menjadi ulama-ulama terkemuka. Keenam ulama tersebut adalah Guru Mansur (Jembatan Lima), Guru Marzuki (Cipinang Muara), Guru Mughni (Kuningan), Guru Majid (Pekojan), Guru Khalid (Gondangdia), dan Guru Mahmud Ramli (Menteng). Tentu saja di luar enam ulama tersebut terdapat para ulama lainyang juga mempunyai andil besar dalam penyebaran Islam di tanah Betawi.
GURU MARZUKI
Salah satu ulama yang paling fenomenal dari the six teachers tersebut adalah GURU MARZUKI yang nama aslima Ahmad Marzuki bin Mirshod. Beliau lahir di Rawabunga, Jatinegara tetapi akhirnya pindah ke Cipinang Muara, Jakarta Timur. Kesungguhan mempelajari dan mengajarkan ilmu agama menjadi kunci utama kesuksesan Guru Marzuki dalam mendidik para muridnya sehingga kelak mereka menjadi para ulama besar. Di anatara muridnya tersebut adalah KH Noer Ali Bekasi, KH. Abdullah Syafii, KH. Tohir Rohili, KH. Hasbiallah, KH. Ahmad Mursyidi Klender, KH Zayadi Muhajir, KH Mukhtar Tabrani, KH. Muhammad Tanbih, dll. Dari para murid Guru Marzuki tersebut kemudian lahir pula para ulama terkemuka seperti KH Abdullah Syafii yang di antara muridnya adalah KH Abuya Saifuddin Amsir dan KH Rahmat Abdullah, syaikhuttarbiah yang murid-muridnya tersebar di Nusantara.
Sifat lain yang perlu diteldani dari Guru Marzuki seperti diungkapkan oleh cucunya Ustazah Fathiah Khotib, MA, adalah sifat tawadhunya. Guru tidak mau menonjolkan diri bahkan posisinya sebagai gurunya para ulama tidak ditonjolkan termasuk terhadap anak dan keturunannya. Hal ini dimaksudkan agar anak-anaknya kelak tidaklah bertumpu pada keberhasilan kakeknya, tetapi bertumpu pada kemampuan diri sendiri. Seperti sebuah ungkapan:
ليس الفتى الذي يقول كان ابي
ولكن الفتى الذي يقول ها انا ذا…
Seorang pemuda bukanlah yang mengatakan “ini ayahku.”
Tetapi pemuda adalah orang yang mengatakan “inilah saya”
Wallahu A’alam..
No comments:
Post a Comment