JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 telah melanda Indonesia selama satu tahun sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus perdana pada 2 Maret 2020.
Kala itu, pengumuman Jokowi soal kasus pertama Covid-19 yang dialami seorang wanita asal Depok, Jawa Barat, mengejutkan banyak pihak.
Masyarakat mengantisipasi penyebaran virus SARS-CoV-2 dengan berbagai cara, salah satunya menggunakan masker dan hand sanitizer.
Antisipasi bahkan dilakukan sejak sebelum Jokowi mengumumkan kasus perdana Covid-19 di Indonesia, mengingat virus itu pertama kali ditemukan di Wuhan, China, pada Desember 2019, kemudian mewabah di banyak negara.
Dugaan penimbunan masker
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pernah mengkritik pemerintah yang tidak turun tangan terhadap kenaikan harga masker.
Adapun harga masker di pasaran saat itu melonjak mencapai sekitar 300 hingga 1.000 persen.
"Penimbunan tersebut akan mengacaukan distribusi masker di pasaran dan dampaknya harga masker jadi melambung tinggi," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, 14 Februari 2020.
Tulus mengatakan, YLKI menerima banyak aduan konsumen terkait melambungnya harga masker di pasaran.
Oleh karenanya, YLKI saat itu meminta pihak kepolisian segera mengusut tuntas dugaan penimbunan masker oleh pihak distributor.
Sebab, kata Tulus, mengambil keuntungan secara berlebihan dinilai sebagai tindaan tidak bermoral.
"Menurut UU tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat, tindakan exesive margin (mengambil keuntungan berlebihan) oleh pelaku usaha adalah hal yang dilarang. YLKI juga meminta pihak kepolisian mengusut terhadap adanya dugaan penimbunan masker oleh distributor tertentu demi mengeduk keuntungan yang tidak wajar tersebut," ujar Tulus.
Penimbun masker ditangkap
Tak lama berselang, Polda Metro Jaya menggerebek gudang penimbunan dan produksi masker ilegal di pergudangan Central Cakung Blok i Nomor 11, Cakung Cilincing, Jakarta Urata, tapatnya 27 Februari 2020.
Gudang penimbunan dan produksi masker itu merupakan milik PT Uno Mitra Persada sebagai perusahaan pemasaran dan PT Unotec Mega Persada sebagai perusahaan produksi masker.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, di gudang tersebut diproduksi masker secara ilegal yang tak memiliki izin edar atau produksi dari Kementerian Kesehatan RI.
Bahkan, gudang produksi masker itu menimbun masker saat terjadi kelangkaan masker di pasaran karena mewabahnya virus SARS-CoV-2 di sejumlah negara.
Saat penggerebekan, polisi mengamankan 600 kardus berisi 30.000 masker siap edar.
"Di lokasi ini, ternyata di tempat ini bukan hanya menimbun, bahkan memproduksi secara ilegal, yang tidak sesuai dengan standar, tidak memiliki izin dari Kementerian Kesehatan," kata Yusri, 28 Februari 2020.
Penggerebekan gudang itu berawal dari informasi masyarakat terkait kelangkaan masker yang diduga disebabkan penimbunan masker.
Saat digerebek, polisi mengamankan 10 orang, masing-masing berinisial YRH ,EE, F, DK, SL, SF, ER, D, S, dan LF.
Kami berhasil mengamankan sekitar 10 orang, yakni pegawainya, mulai dari penanggung jawab sampai sopirnya," ungkap Yusri.
Empat hari berselang, polisi kembali menggerebek lokasi yang diduga menjadi tempat penimbunan masker di Perumahan Bukit Permai, Ciracas, Jakarta Timur, 4 Maret 2020.
Polisi menangkap seorang penyuplai masker inisial FN (28).
Adapun barang bukti yang disita berupa 32.100 masker dengan rincian 23.100 masker tanpa merek dan 9.000 masker merek Sensi.
Namun, seiring pengungkapan kasus penimbunan masker, masyarakat saat itu juga sudah tidak lagi menggunakan masker medis yang semula dicari, tetapi jenis masker lain.
Saat itulah permintaan dan pasokan akan penggunaan masker medis mulai cenderung normal.
Penimbun merugi, bahkan dihukum.
Kini masker medis hingga hand sanitizer sudah bisa ditemukan di berbagai supermarket atau apotek.
No comments:
Post a Comment