Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Mulyanto meminta Ombudsman RI memeriksa proses administrasi impor vaksin virus corona atau Covid-19 buatan Sinovac, terutama karena pemesanan telah dilakukan sementara hasil uji klinis fase III belum keluar.
Menurutnya, Ombudsman harus mengecek apakah prosedurnya sesuai dengan sistem administrasi pengadaan barang pemerintah dengan uang Anggaran Pendapatan Belanja san Negara (APBN).
"Ombudsman berwenang memastikan proses administrasi ini. Jangan sampai pemerintah mengadakan barang dengan kualitas tidak jelas atau mengimpor barang yang tidak boleh diedarkan," kata Mulyanto kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (12/12).
Dia menegaskan setiap impor atau pengadaan barang oleh pemerintah harus mempertimbangkan proses administrasi terkait persyaratan spesifikasi barang, dan aspek kualitas harus terpenuhi.
Mulyanto juga meminta Ombudsman mengawasi pembelian vaksin Covid-19 asal China itu, karena hasil riset uji klinis fase III vaksin tersebut belum rampung hingga saat ini, sehingga efektivitas dan keamanannya belum diketahui. Vaksin juga belum mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Ini seperti membeli kucing dalam karung. Tentu ini sangat mengkhawatirkan. Ujung-ujungnya yang akan dirugikan adalah masyarakat," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menyatakan alasan pemerintah RI memilih kandidat vaksin Sinovac adalah karena kecepatan dalam proses uji klinis ketiga.
"Dilihat dari timeline ataupun proses pengembangan calon vaksin, Sinovac termasuk 1 dari 10 kandidat paling cepat yang sudah masuk ke uji klinis tahap ketiga," kata Honesti dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemkominfo TV, Selasa (8/12).
Dalam perkembangannya, hasil uji klinis vaksin lainnya seperti Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca sudah keluar dengan Pfizer memiliki efektivitas hingga 94 persen.
Hasil uji klinis Sinovac baru akan keluar paling cepat 15 Desember, yaitu di Brasil, sementara uji klinis di Indonesia baru akan keluar laporan awalnya pada Januari 2021.
Terpisah, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan pemerintah telah membayar down payment atau uang muka pembelian vaksin Covid-19 asal China sebesar Rp537 miliar.
"Pada rapat 17 November, kalau tidak salah sudah dibayar uang muka Rp573 miliar, nanti begitu datang akan dibayarkan sisanya menjadi Rp638 miliar," ujarnya dalam rapat bersama Komisi IX, Kamis (10/12).
Ia menjelaskan uang muka tersebut dibayarkan melalui PT Bio Farma (Persero). Diketahui, Bio Farma juga menjalankan kerja sama dengan Sinovac untuk melakukan uji klinis tahap ketiga.
Pada 6 Desember lalu, 1,2 juta dosis vaksin sinovac telah tiba di indonesia dan telah disimpah di gudang bio farma
Secara total pemerintah telah memesan sebanyak 155,5 juta dosis vaksin, meliputi vaksin Sinovac sebanyak 125,5 juta dosis dan vaksin Novavax 30 juta dosis.
Di luar pesanan (firm order) tersebut, Wakil Menteri BUMN I sekaligus Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin menyatakan RI juga berpotensi untuk pengadaan vaksin sebanyak 116 juta dosis lainnya, terdiri dari vaksin Pfizer potensinya sebanyak 50 juta dosis, AstraZeneca 50 juta dosis, dan Covax atau Gavi 16 juta dosis.
No comments:
Post a Comment