Monday, December 5, 2022

Catatan Akhir Tahun MTZ: Mau Bagaimana Rancangan Transportasi Jakarta?

  


Pagi itu, 30 Oktober, M Taufik Zoelkifli, atau akrab disapa MTZ, berniat untuk tidak naik mobil pribadi.

ia pandangi Jalan Raya Pulomas yang ramai, yang tepat ada di depan rumahnya.

Hari itu, adalah hari yang baik untuk naik mikrotrans, Jak59. Ia segera berkemas, dan menunggu salah satu hasil karya Gubernur DKI Jakarta usungan Partai Keadilan Sejahtera itu.

Tak berapa lama, mikrotrans datang. Pinggir jalan Kayuputih Raya itu cukup ramai. Ia tak mengenakan sama sekali atribut kedewanan.

Mikrotrans hari itu sepi. MTZ sempat berbincang dengan supir. Dari mikrotrans itu, transitlah ia menuju halte Transjakarta Pulomas I.

Memang, menunggu busnya agak lama. Karena bus ramai, MTZ berdiri dan berpegangan seperti halnya penumpang lain.

Sepanjang perjalanan di dalam bus itu, MTZ melihat sendiri bahwa rasio kendaraan pribadi sudah tak seimbang. Jalanan sangat padat, terlihat mobil pribadi hanya diisi satu dua orang saja.

Di dalam bus, yang panjangnya hanya dua setengah mobil pribadi, bahkan lebih dari lima puluh orang bisa masuk. Kalau lima puluh orang itu naik kendaraan pribadi, maka ada 25 mobil atau 50 motor, bukan?

Di DPRD DKI Jakarta, MTZ sedang bergumul dengan sejumlah rancangan untuk memperbarui transportasi di kota terbesar di Asia Tenggara ini.

Salah satunya, adalah perubahan paradigma berbasis kendaraan pribadi, menuju perpindahan orang berbasis transit dan transportasi publik.

Rancangan ini diperdebatkan dan terus disempurnakan di rapat kerja Komisi B, komisi tempat MTZ bertugas. Kebetulan, ketua komisinya pun adalah politisi PKS, Ismail namanya.

Sejak tahun 2018, Pemprov dan DPRD DKI Jakarta telah memulai perubahan paradigma transportasi. Paradigma ini didasari dari pertanyaan sederhana:

Apa fungsi jalan sebenarnya? Apa penyebab kemacetan di jalan, sebenarnya?

Dengan pengawalan para anggota DPRD dari Fraksi PKS di Komisi B, terutama MTZ, pola pikir lama diubah. Kalau sebelumnya jalan hanya berpihak pada mesin, maka kini pengguna sepeda dan pejalan kaki harus dapat hak yang sama.

Apalagi, sumber kemacetan jelas adalah banyaknya jumlah mobil dan motor di jalan raya. Untuk jarak tempuh kurang dari dua kilometer, orang masih suka naik mobil atau motor, salah satunya karena trotoar dan jalur sepedanya belum ada.

Mulai 2018, ketika orang masih berpikir solusi untuk kendaraan pribadi, perubahan itu dimulai. Trotoar super lebar dan aman dibangun di mana-mana. Jalur sepeda mulai diukur, lalu dirintis mulai dari daerah-daerah protokoler seperti Sudirman, Thamrin, Kebon Sirih, dan seterusnya.

Solusinya bukan lagi tentang “mobil” atau “motor”. Tapi tentang pejalan kaki, sepeda, dan transportasi publik.

Tahun 2023 sudah menjelang. Pekan pertama dan kedua November ini, DPRD DKI Jakarta dan Pemprov sedang membahas anggaran transportasi juga di Komisi B. Muncullah wacana untuk menghapus anggaran pembangunan dan perawatan jalur sepeda.

Katanya, bikin sempit dan macet.

Pemerintah dan wakil rakyat, tak boleh kalah dengan kekolotan yang terlanjur jadi kebiasaan. Macet terjadi karena kebiasaan naik mobil dengan penumpang sedikit, malasnya naik kendaraan umum, dan rasa gengsi bahwa kekayaan harus identik dengan mobil.

Maka, MTZ sekarang ini, sedang memperhatikan, sekaligus menjaga pembahasan anggaran itu di DPRD DKI Jakarta.

*
Bus Transjakarta yang dinaiki MTZ hari itu, agak tersendat. Kemacetan yang timbul karena penerobosan orang ke jalur, atau juga imbas dari penumpukan di perempatan, membuat laju bus amat lambat.

Berulang-ulang MTZ mengecek jamnya. Penumpang lainnya tampak tenang. Mereka sudah terbiasa dengan kecepatan rendah semacam ini. Dari perjalanannya beberapa pekan dengan kendaraan umum, MTZ mendapatkan banyak insight baru.

Naik kendaraan umum harus jadi tren. Naik mikrotrans, MRT, LRT, atau KRL harus dibuat mudah dan instagrammable sehingga gaya hidup orang yang mobil sentris berubah jadi transit sentris. Biayanya bahkan jauh lebih murah.

Di stasiun dan halte, potensi pembinaan UMKM juga ada meskipun tak besar. Poin utamanya, membuat orang mau dan betah naik kendaraan umum.

Para pejabat, harus juga merasa biasa naik kendaraan umum. Ini bukan masalah gengsi, tapi persoalan kesadaran. Di Eropa dan Amerika Serikat, ini hal yant lumrah.

Tahun 2022 ini, Dinas Perhubungan, Dinas Bina Marga, dan segenap BUMD seperti PT Transjakarta, PT MRT, dan lain-lain bekerjasama melaksanakan konsep kawasan Transit Oriented Development. Rancangan lama itu, sudah waktunya diterapkan.

Kawasan yang terdiri dari gugus terminal Transjakarta, Stasiun MRT, Stasiun LRT, stasiun KRL, hingga titik-titik mikrontrans itu, dengan konsep kawasan Transit Oriented Development tadi, akan diubah menjadi kawasan yang, memadukan antara tempat tinggal, kantor, dan pusat perbelanjaan dengan tempat bertemunya transportasi publik.

Cara kerjanya dibalik. Kalau dulu jalan dibangun mengikuti di mana tempat ramai, sekarang tempat keramaian itu direkayasa, diarahkan untuk melingkari kawasan TOD ini.

Kedepan, orang bahkan tak perlu punya kendaraan sendiri untuk berpindah dari TOD satu ke TOD lainnya. Di sana sudah ada semua yang diperlukan dan semua alasan orang mau berpindah. Targetnya, sepuluh menit dari titik keluar moda kendaraan, kita sudah sampai ke tempat tujuan kita dengan berjalan kaki.

Untuk itu, subsidi transjakarta sebesar 3,5 Triliun, pembelian saham PT Commuter Line Indonesia oleh MRT sebesar 1,7 Triliun, atau juga pembuatan kartu integrasi Jaklingko, semua didesain agar orang pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan mudah, murah, dan tanpa perlu kendaraan pribadi.

Tak terasa, bus transjakarta yang dinaiki MTZ, sampai di halte DPRD DKI Jakarta. Ia segera turun dan mengucapkan terimakasih kepada supir. MTZ, sedang membiasakan naik kendaraan umum.

Setidaknya, ia tidak lagi menyumbang kemacetan di jalan, karena mobilnya memenuhi ruas jalan. Ia juga ingin membaur, merasakan sendiri bagaimana warga Jakarta menikmati transportasinya

No comments:

Post a Comment

Wali Kota Resmikan Penggunaan Pintu Air Phb Pondok Bambu

   Wali Kota Administrasi Jakarta Timur, M. Anwar, menghadiri temu warga RW 011 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Minggu (12/2/...