jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menilai besaran denda domestic market obligation (DMO) kurang tegas dan pembayaran fee kompensasi bagi pelanggar DMO terlalu ringan.
Hal itu mengakibatkan kebijakan DMO tidak efektif, masih cenderung dilanggar oleh pengusaha nakal.
Harusnya besaran kompensasi tersebut proporsional dengan harga batu barainternasional, sehingga tidak ada merit bagi pengusaha nakal untuk tetap membandel mengekspor kuota DMO-nya," ujar Mulyanto saat dikonfirmasi, JPNN.com, di Jakarta, Kamis (26/1).
Bagi pengusaha nakal, lanjut Mulyanto logikanya, mending membayar kompensasi yang tidak seberapa dan memaksimalkan keuntungan melalui ekspor saat harga tinggi.
Selain itu, Mulyanto mengatakan ada trik lain pengusaha nakal untuk memaksimalkan profit, namun menyebabkan kelangkaan batubara PLN. Pengusaha tersebut memenuhi kuota DMO sekaligus saat harga batu bara murah, lalu memaksimalkan ekspor pada saat harga batu bara tinggi.
Oleh karena itu, Mulyanto meminta evaluasi DMO batu bara dilakukan setiap bulan.
Poktikus PKS itu juga meminta pemerintah membentuk badan pengelola khusus batu bara.
Nantinya, kata Mulyanto, lembaga ini bertugas mengelola batu bara DMO dengan fungsi menerima seluruh jenis batu bara DMO dari seluruh perusahaan tambang, menyalurkan batu bara sesuai jenis dan kalori yang dibutuhkan PLN, dan mengelola kelebihan sisa batu bara DMO yang tidak dibutuhkan PLN.
Dia optimistis kehadiran lembaga ini diharapkan batu bara untuk keperluan PLN terpenuhi dengan harga yang stabil terjangkau, serta kelebihan batubara DMO dapat dikelola untuk meningkatkan penerimaan negara.
"Sekarang ini terkesan Pemerintah plin-plan dalam menegakkan kebijakan pelarangan ekspor batu bara. Terbukti beberapa waktu lalu dibuat aturan pelarangan ekspor tapi baru berjalan tiga hari aturan tersebut sudah dicabut lagi. Juga terhadap batubara di luar spesifikasi kalori PLN bebas diekspor. Ini menimbulkan ketidakadilan," ucap Mulyanto.
No comments:
Post a Comment