Tuesday, November 2, 2021

Hitung-Hitungan PKS soal Cuan dari Bisnis PCR, Sampai Rp15 Triliun

  


Jakarta, IDN Times - Perubahan kebijakan pemerintah terkait syarat perjalanan di dalam negeri yang terlalu cepat membuat publik bingung. Selain syarat perjalanan, harga biaya tes COVID-19 pun bisa ikut berubah drastis dalam waktu satu tahun terakhir.

Terbaru, mulai 27 Oktober 2021 lalu, harga tes swab PCR kembali turun menjadi Rp275 ribu. Angka itu merupakan batas atas bagi warga yang ingin melakukan tes swab PCR di Pulau Jawa dan Bali. Sedangkan, bagi warga yang berada di luar Pulau Jawa dan Bali, harganya mencapai Rp300 ribu. 

Sementara, kebijakan terbaru, kini calon pengguna transportasi udara tidak lagi diwajibkan melakukan tes swab PCR bagi mereka yang bepergian di dalam area Jawa dan Bali. Mereka cukup melampirkan hasil negatif tes rapid antigen. Berdasarkan ketentuan yang baru, harga tes antigen kini mencapai Rp99 ribu hingga Rp109 ribu. 

Sayangnya, aturan turunan yang menghapus kewajiban calon pengguna transportasi udara untuk tes swab PCR belum diterima petugas lapangan di Bandara Soekarno-Hatta. Maka, potensi keuntungan yang bakal ditangguk semakin besar. 

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah melakukan penghitungan kasar soal nominal cuan yang mengalir melalui bisnis tes swab PCR. Nominalnya mencapai Rp15 triliun. 

"Ini jelas bisnis menggiurkan di tengah pandemik yang bikin ekonomi lesu," ujar anggota DPR dari Fraksi PKS, Sukamta, melalui keterangan tertulis pada Senin, 1 November 2021. 

Hitung-hitungan kasar Sukamta itu diperoleh dari kebutuhan jumlah alat PCR setiap hari dikalikan harga tes yang mencapai Rp300 ribu. Pernyataan Sukamta itu turut dikonfirmasi oleh hasil liputan investigasi Majalah Tempo yang terbit pada pekan ini. Bahkan, menurut temuan Majalah Tempo, di saat harga tes swab PCR mencapai ratusan ribu, biaya reagen hanya Rp13 ribu. 

Di dalam keterangan tertulisnya, Sukamta menjelaskan, kecurigaannya semakin menguat bahwa ada motif bisnis di dalam tes swab PCR usai dirilis Surat Edaran Nomor 21 Tahun 2021 mengenai ketentuan perjalanan orang di dalam negeri pada masa pandemik COVID-19. Padahal, saat ini jumlah kasus COVID-19 di dalam negeri tengah melandai. 

"Kebijakan ini terlalu aneh dan jelas motifnya. Data dari Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan terungkap, nilai impor alat tes PCR hingga 23 Oktober 2021 mencapai Rp2,27 triliun. Angka ini melonjak drastis dibandingkan dengan Juni 2021 yakni senilai Rp523 miliar," kata Sukamta. 

Menurut dia, para importir tes kit PCR luar biasa. Mereka dinilai punya prediksi dan penerawangan yang jitu bahwa kebutuhan kit tes PCR swab bakal meningkat. 

"Padahal, bulan lalu belum ada kebijakan soal kewajiban tes PCR yang dikeluarkan oleh pemerintah," tutur dia lagi. 

Pria yang juga masuk ke dalam Badan Anggaran DPR itu menilai, pihak yang paling banyak diuntungkan dari kewajiban tes swab PCR adalah perusahaan swasta. Pertama, perusahaan swasta yang menjadi importir dan kedua, mereka yang menjadi importir. 

"Data dari Dirjen bea dan cukai menunjukkan perusahaan swasta adalah entitas yang mendominasi kegiatan impor PCR yakni mencapai 88,16 persen. Sementara, lembaga non profit hanya 6,04 persen, dan pemerintah 5,81 persen," katanya lagi. 

No comments:

Post a Comment

Wali Kota Resmikan Penggunaan Pintu Air Phb Pondok Bambu

   Wali Kota Administrasi Jakarta Timur, M. Anwar, menghadiri temu warga RW 011 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Minggu (12/2/...