Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu pihak yang menolak Permendikbud Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Akankah PKS juga mengkritik Surat Edaran Gubernur Anies Baswedan soal anti kekerasan seksual di lingkungan kerja Pemprov DKI Jakarta?
Elit PKS, Mardani Ali Sera menyebut, belum ada sikap resmi menilai atau menerima Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Tindakan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Mereka akan membahas soal SE Anies tersebut.
Jika mengundang multitafsir, dan pemahaman yang menimbulkan celah zina, maka perlu direvisi. Kita undang atau libatkan ahli bahasa, MUI, lembaga hukum untuk membahasnya," ucap Mardani, Sabtu (14/11/2021).
Menurut Mardani, DPP PKS akan bertanya dan mengkaji SE tersebut dengan DPW PKS DKI Jakarta. "Karena levelnya Pemda, saya cek ke kawan-kawan PKS DKI," katanya.
Perbandingan Permendikbud dengan SE Anies
Terdapat persamaan isu antara Pemendikbud Ristek nomor 30 tahun 2021, dengan SE nomor 7 tahun 2021. Terdapat perbedaan frasa namun bermakna hampir sama antara dua aturan itu.
Jika Permendikbud menggunakan frasa 'tanpa persetujuan korban,' SE Anies menggunakan kata 'yang tidak diinginkan.'
Pada Pasal 5 ayat 2 Permendikbud PPKS terkandung sejumlah ayat yang menuai sorotan. Frasa yang mendapatkan sorotan itu adalah 'tanpa persetujuan korban.' berikut isi pasal tersebut:
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
Bunyi poin pada Pasal 5 ayat 2 itu dikecualikan. Sebagaimana bunyi Pasal 5 ayat 3:
(3) Persetujuan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.
Kemudian, dalam Pasal 1 SE Gubernur DKI nomor 7 tahun 2021 dijelaskan soal bentuk tindak pelecehan seksual yang mungkin terjadi di lingkungan kerja Pemprov DKI Jakarta. Dalam Pasal 1 menggunakan frasa 'yang tidak diinginkan' menyangkut pelecehan seksual.
Berikut bunyi sejumlah ayat di Pasal 1:
a. pelecehan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan mengarah ke perbuatan seksual seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik atau menatap penuh nafsu;
b. pelecehan lisan, termasuk ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, lelucon dan komentar bernada seksual,
e. pelecehan psikologis/emosional, termasuk permintaan atau ajakan yang disampaikan secara terus menerus dan/atau tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual; dan/atau
No comments:
Post a Comment