Bisnis.com, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf menolak pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas soal anggaran diseminasi pembatalan haji senilai Rp21,7 miliar merupakan hasil kesepakatan Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR RI.
Menurut Bukhori, itu hanya lip service, karena sesungguhnya Kemenag tetap bisa mengeksekusi anggaran tersebut tanpa bersepakat dengan DPR sekalipun.
Artinya, perlu saya luruskan, bahwa tidak tepat jika mata anggaran yang disampaikan Kementerian Agama tersebut merupakan hasil kesepakatan dengan Komisi VIII DPR,” ujar Bukhori dalam keterangannya, Senin (7/9/2021).
Sebelumnya pada Rapat Kerja antara Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama RI tertanggal 30 Agustus 2021, sejumlah Anggota Komisi Agama sempat menyorot anggaran sebesar Rp21,7 miliar yang dialokasikan untuk kegiatan diseminasi terkait pembatalan keberangkatan jemaah haji tahun 2021. Selain itu, anggaran senilai Rp76 miliar untuk program prioritas kebijakan Kemenag juga menimbulkan pertanyaan.
Sebagian anggota Komisi VIII DPR RI, kata Bukhori, menganggap nilai anggaran itu terbilang fantastis untuk sebuah kegiatan sosialisasi pembatalan haji, di samping soal program prioritas Kemenag yang tidak mencantumkan penjelasan rinci ihwal peruntukannya.
Kemudian, Bukhori pun menilai janggal saat Menag Yaqut berjanji tidak akan melanggar hasil kesepakatan dengan dengan DPR. Anggota Badan Legislasi DPR RI ini mengaku tidak heran ketika Menag secara sepihak mengklaim alokasi anggaran sebanyak Rp21 miliar maupun Rp76 miliar itu disebut telah memperoleh 'kesepakatan DPR'.
Ia mengatakan, salah satu dampak dari UU No. 2 Tahun 2020 adalah perubahan APBN dimungkinkan diatur hanya dengan Peraturan Presiden (Perpres) kendati secara konstitusional menegasikan kewenangan DPR.
Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 72 Tahun 2020 untuk merevisi Perpres No 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Postur APBN Tahun Anggaran 2020. Pemerintah berdalih payung hukum ini dibentuk demi mengakomodir kebutuhan belanja negara yang meningkat untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.
“Fraksi PKS menjadi satu-satunya fraksi di parlemen yang menolak Perppu Covid yang kemudian disahkan menjadi UU No 2 Tahun 2020. Salah satu pertimbangannya, kami khawatir dengan pengelolaan uang rakyat yang dikerjakan secara sepihak oleh pemerintah tanpa pengawasan ketat oleh DPR selaku wakil rakyat lantaran kewenangan kami yang diamputasi melalui UU itu,” tutur Bukhori.
No comments:
Post a Comment