TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mengkritik Surat Edaran KPI Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran pada Bulan Ramadan.
Bukhori menyoroti poin 6 Ketentuan Pelaksanaan huruf (d) SE KPI Nomor 2 Tahun 2021.
Dalam poin 6 huruf d surat edaran itu, KPI menekankan pendakwah yang ditampilkan harus sesuai standar Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Selain itu, KPI menekankan para pendakwah yang diundang harus menjunjung Pancasila.
Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila," demikian SE KPI Nomor 2 Tahun 2021 poin 6 huruf d.
Ketua DPP PKS ini menganggap KPI telah melampaui kewenangannya sebagai lembaga negara yang independen sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Alhasil, Bukhori memperingatkan lembaga ini untuk menempatkan fungsinya sesuai proporsi yang semestinya.
KPI tidak boleh terkooptasi oleh kepentingan politik kekuasaan. Kewenangan KPI berada pada wilayah etis, bukan pada wilayah politis. Jadi, jangan offside!” kata Bukhori melalui keterangannya, Rabu (24/3/2021).
Lebih lanjut, Anggota Badan Legislasi ini khawatir surat edaran ini berpotensi membentuk opini yang bias di tengah masyarakat sehingga memicu pembelahan sosial akibat munculnya stigmatisasi terhadap dai/pendakwah tertentu melalui edaran tersebut.
Dasar penilaian yang objektif menekankan pada gagasan spiritual dan rasionalitas yang dibawa oleh dai, bukan pada latar belakang kelompok/organisasi mereka,” ujar Bukhori.
Sementara di sisi lain, Bukhori menilai pelarangan oleh pemerintah terhadap organisasi itu seharusnya dipahami oleh KPI dalam konteks pencabutan hak kebebasan organisasinya untuk beroperasi, bukan hak individunya.
Artinya, individunya tetap memiliki hak untuk berbicara, apalagi untuk berdakwah, sambungnya.
Hak berbicara, mengeluarkan pendapat tidak boleh dihalang sepanjang konten atau isi pembicaraannya tidak bertentangan dengan konstitusi dan nilai-nilai keagamaan serta tidak mengandung unsur adu domba maupun fitnah,” ujarnya.
“KPI semestinya bisa lebih cermat dalam melihat fakta sosiologis masyarakat kita yang tidak hanya terdiri dari satu golongan/aliran keagamaan semata.
Karena itu, saya minta bisa dipertimbangkan kembali opsi untuk merevisi edaran tersebut sebelum menimbulkan konsekuensi serius di kemudian hari,” pungkasnya
No comments:
Post a Comment