Para pendukung amendemen UUD 1945 untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode mendapat kritikan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pihak yang mendukung masa jabatan presiden menjadi tiga periode itu dinilai cenderung ingin menghidupkan kultus politik kepemimpinan nasional
Ketua bidang Politik, Hukum dan Keamanan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Al Muzammil Yusuf mengatakan bahwa menolak gagasan masa jabatan presiden menjadi tiga periode itu amanat reformasi yang merupakan buah pembelajaran anak bangsa terhadap pengalaman sejarah Indonesia masa lalu. "Sehingga diabadikan dalam norma konstitusi kita," kata Al Muzammil Yusuf kepada SINDOnews, Jumat (26/3/2021).
Selain itu, dia menilai tidak perlu dikaitkan dengan pencalonan Joko Widodo (Jokowi) atau Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Capres 2024. Dia mengungkapkan, SBY maupun Presiden Jokowi menolak masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Jadi orang-orang yang setback ke gagasan presiden 3 Periode itu adalah orang-orang yang tidak belajar dari sejarah Indonesia. Dan cenderung ingin menghidupkan kultus politik kepemimpinan nasional. Ini bahaya," tuturnya.
Menurut dia, kultus itu akan mengarah matinya demokrasi dan rusaknya konsep negara hukum. "Yang akan lahir adalah negara kekuasaan bukan negara hukum. Bukan lagi rule of law, tapi law of ruler," pungkasnya.
"Jadi orang-orang yang setback ke gagasan presiden 3 Periode itu adalah orang-orang yang tidak belajar dari sejarah Indonesia. Dan cenderung ingin menghidupkan kultus politik kepemimpinan nasional. Ini bahaya," tuturnya.
Menurut dia, kultus itu akan mengarah matinya demokrasi dan rusaknya konsep negara hukum. "Yang akan lahir adalah negara kekuasaan bukan negara hukum. Bukan lagi rule of law, tapi law of ruler," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment