Sejumlah perwira polisi dan pejabat daerah dicopot dari jabatannya usai kerumunan massa pada beberapa acara yang dihadiri Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Namun, ada kritik soal keadilan penindakan terhadap kerumunan sejenis di tempat lain.
Dari pihak perwira polisi, ada nama Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Sufahriadi. Pencopotan itu berdasarkan surat telegram Nomor ST3222/XI/Kep/2020 tanggal 16 November 2020.
"Ada dua Kapolda yang tidak melaksanakan perintah dalam menegakkan protokol kesehatan, Maka diberikan sanksi berupa pencopotan yaitu kapolda metro jaya dan kapolda jawa barat” kata Kadiv Humas Polda Metro Jaya Irjen Argo Yuwono kepada wartawan, Senin (16/11)
Polri tak merinci alasan pencopotan keduanya. Namun, hal itu dilakukan usai kerumunan massa yang terjadi dalam kegiatan Rizieq di Megamendung, Bogor, dan Petamburan serta Tebet, Jakarta.
Posisi Nana di Polda Metro Jaya digantikan Irjen Fadil Imran yang sebelumnya menjabat Kapolda Jawa Timur. Nana dimutasi menjadi Koordinator Staf Ahli Kapolri.
Kemudian, Asisten Logistik Kapolri Irjen Ahmad Dofiri ditunjuk menggantikan Rudy sebagai Kapolda Jabar. Sementara Rudy menjadi Widyaiswara tingkat 1 Lemdiklat Polri.
Selain dua perwira tinggi (pati) itu, Kapolri turut memutasi Kombes Heru Novianto dari jabatan Kapolres Metro Jakarta Pusat, dan AKBP Roland Ronaldy dari jabatan Kapolres Bogor.
Sebagai pengganti Heru, Polri menunduk Analisis Kebijakan Madya bidang Pideksus Bareskrim Polri Kombes Hengki Haryadi. Sementara, Kapolres Bogor dijabat oleh AKBP Harun yang sebelumnya menduduki posisi Kapolres Lamongan.
Di lingkungan pemerintahan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencopot Wali Kota Jakarta Pusat Bayu Meghantara dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Andono Warih dari jabatan masing-masing.
Pencopotan itu berdasar dari hasil audit Inspektorat DKI Jakarta yang menilai keduanya telah lalai dan abai dengan tidak mematuhi arahan dan instruksi dari Gubernur.
Salah satu arahan itu adalah terkait larangan meminjamkan fasilitas pemerintah provinsi atau memfasilitasi kegiatan warga yang sifatnya kerumunan atau pengumpulan massa.
Dalam kegiatan kerumunan pada acara Maulid Nabi dan pernikahan Putri Rizieq Shihab, Sabtu (14/11 di Petamburan, diketahui bahwa jajaran kecamatan, kelurahan dan Suku Dinas Linkungan Hidup justru meminjamkan fasilitas milik pemprov untuk kegiatan yang bersifat pengumpulan massa.
Seusai dicopot, keduanya langsung dimutasi sebagai anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) sampai ada penugasan lebih jauh. Sementara untuk posisi yang ditinggalkan Bayu dijabat oleh Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi, yang menjadi Pelaksana Harian (Plh).
Teranyar, Camat Tanah Abang Yassin Pasaribu dan Lurah Petamburan Setiyanto juga dicopot dari jabatannya. Hal itu dibenarkan oleh Plh Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi.
Posisi Camat Tanah Abang diisi oleh Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat Jakarta Pusat M. Fahmi, sedangkan Lurah Petamburan diisi oleh Kasie Kesejahteraan Rakyat Kecamatan Tanah Abang Wirawan.
Mereka berdua sebelumnya turut diperiksa oleh Inspektorat DKI berkaitan dengan kerumunan massa pada acara Maulid Nabi dan pernikahan Putri Rizieq Shihab, Sabtu (14/11) di Petamburan, Jakarta Pusat.
Selain pencopotan sejumlah pejabat, kasus kerumunan Rizieq juga tengah disidik kepolisian. Pemanggilan para pihak terkait, termasuk Rizieq sudah dilakukan.
Terkait penindakan terkait kasus kerumunan Rizieq ini, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menyinggung soal dugaan tebang pilih.
"Kalaupun ada [upaya hukum Rizieq] yang perlu dilakukan, law enforcement ke semua kalangan, jangan tebang pilih. Semua juga akan taat hukum," kata dia, di Surabaya, Rabu (2/12).
"Seringkali terjadi melihat masyarakat, ada ketimpangan dan ketidakadilan. Jadi ini yang harus dilakukan, kiranya pemberlakuan ini diberlakukan ke semuanya," tambah dia.
Syaikhu juga menyesalkan aparat baru bergerak setelah kerumunan terjadi. Lembaga negara, kata dia, mestinya bisa melakukan langkah preventif atau pencegahan.
"Itu kan sudah ada informasi seperti itu [kerumunan massa] tetapi nggak ada tindakan, dan dibiarkan saja. Hal-hal seperti ini jangan sampai ditunggu saja, ini nih tunggu salah, tunggu salah baru ditindak secara hukum," cetusnya.
Sebelumnya, kerumunan massa di masa pandemi juga terjadi di sejumlah daerah. Misalnya, pendaftaran dan kampanye sejumlah paslon di Pilkada 2020.
Selain itu, ada kerumunan ribuan warga dalam acara Haul Syekh Abdul Qodir Jaelani di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Istiqlaliyyah, Kabupaten Tangerang, pada Minggu (29/11).
Namun, tak ada penindakan hukum dan pencopotan pejabat terkait kasus-kasus di atas.
No comments:
Post a Comment