TRIBUNJAKARTA.COM, TANAH ABANG -Habib Rizieq Shihab mengkritik pemerintah soal pembuatan dan pengesahan Omnibus LawUU Cipta Kerja.
Menurutnya, penyusunan UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah dan DPR RI mirip pembuatan kuitansi warung kopi.
"Indonesia bikin UU namanya Omnibus Law, niatnya sih bagus katanya. Untuk permudah dan perlancar dunia usaha, untuk ringkasan lebih dari 70 UU dalam satu UU saja, katanya," ucapnya, Sabtu (14/11/2020).
Sikap kita bagaimana? Kalau untuk kebaikan ya enggak masalah. Tapi proses UU ini lucu," sambungnya.
Sebelum menyusun UU, Rizieq menyebut, seharusnya pemerintah dan DPR mengundang seluruh elemen masyarakat untuk berdialog.
Kemudian, setelah mendapat banyak masukan, DPR bisa merapatkannya di Badan Legislasi (Baleg) untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.
Enggak bisa sewenang-wenang (membuat UU) karena DPR itu wakil rakyat, bukan wakil partai," ujarnya dalam acara Maulid Nabi di kawasan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Pentolan FPI ini pun mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam pembuatan Omnibus LawUU Cipta Kerja.
Pasalnya, jumlah halaman dalam draf UU tersebut kerap berubah-ubah.
"Dari 800 halaman jadi 900-an, kemudian naik jadi seribuan. Dari seribu turun lagi 812, dari 812 naik lagi jadi seribu sekian. Ini lagi bikin UU atau kuitansi warung kopi?," kata dia.
Tak hanya itu, Habib Rizieq menyatakan, pemerintah dan DPR tak memahami sepenuhnya isi dari UU yang baru disahkan itu.
"Kalau sekarang UU jadi 1.000 halaman ya enggak apa-apa, tapi baca, sampai mulutnya berbusa ya baca," tuturnya.
Pro dan kontra mengenai keberadaan Undang-undang Cipta Kerja alias Omnibus Law terus bergulir.
Penolakan mengenai aturan tersebut juga terus bermunculan melalui banyak aksi unjuk rasa yang dilakukan banyak elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, kaum miskin kota hingga buruh.
No comments:
Post a Comment