JawaPos.com – Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menyatakan bahwa wacana pengaturan jam kerja untuk mengatasi kemacetan di Jakarta bertubrukan dengan regulasi. Ia mengatakan, pembagian jam kerja untuk pegawai-pegawai perusahaan belum memiliki landasan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) sendiri tidak mengatur soal upaya pengurangan kemacetan dengan pengaturan jam kerja seperti yang diwacanakan.
Saya lihat UU Nomor 22 Tahun 2009 tidak ada dasar hukum pengaturan jam kerja. Yang ada adalah ganjil-genap dan jumlah penumpang. Makanya saya bilang itu rawan dan nanti bisa digugat,” katanya kepada wartawan, dikutip Rabu (2/11).
Tigor mengatakan, rencana pengaturan ham kerja ini tidak dapat disamakan dengan kebijakan Work From Home (WFH) yang wajib dilaksanakan saat pandemi Covid-19. Sebab, saat pandemi, ada kondisi kedaruratan yang membuat pemerintah menerbitkan aturan tertentu.
Oleh karena itu, ia lebih menyarankan agar Pemprov DKI fokus untuk memperbaiki kinerja lalu lintas di Jakarta untuk mengurai kemacetan. Hal itu bisa dilakukan dengan perbaikan layanan integrasi transportasi publik, realisasi penerapan jalan berbayar, hingga perbaikan manajemen parkir.
Kalau mengatur pergerakan kendaraannya itu lebih rasional. Kenapa bisa cepat dilakukan? Sarananya sudah ada, legalitasnya sudah ada, fasilitas fisiknya sudah ada, angkutan umum. Tinggal integrasi saja, kok, gampang,” tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman mengatakan bahwa persentase kemacetan jalanan di Jakarta saat ini mencapai 48 persen pada jam berangkat dan pulang kerja sehingga hal itu menimbulkan kepadatan luar biasa dan tidak nyaman bagi seluruh pengguna jalan.
“Di jam 7.00–9.00 WIB dan pulang kerja itu jam 14.00–16.00 WIB itu di angka 48 persen,” ujarnya di Jakarta, Senin (22/8)
No comments:
Post a Comment