Semarang -- Ketua Bidang Pekerja Petani dan Nelayan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Riyono menyampaikan butuh adanya keseimbangan sistem yang ditetapkan oleh pemerintah jika ingin tetap melakukan ekspor benur.
"Nelayan-nelayan kita harus mendapatkan keuntungan minimal ditetapkan oleh pemerintah yang namanya harga benih lobster itu berapa sehingga para eksportir itu tidak semaunya sendiri," ucap Riyono dalam acara Young Legislators Talks, Senin (31/08/2020).
Riyono menjelaskan bahwa masalah tentang ekspor benur ini adalah pada penetapan harga yang diberikan oleh para importir kepada nelayan.
"Pada saat di ekspor itu, kawan-kawan importir kita belinya dari petani sangat murah. Selisih ini yang kemudian membuat para pengamat, kemudian lembaga-lembaga dan ormas terlibat melihat ekspor benur sangat merugikan untuk kepentingan masa depan kita," terang Riyono.
Menurut Riyono, dalam periode pemerintah sebelumnya kebijakan stop ekspor yang digaungkan kurang tepat sebab Indonesia belum mampu melakukan budidaya terhadap potensi-potensi laut yang ada.
"Susi Pujiastuti mengatakan stop ekspor, tapi nyatanya di lapangan dia tidak mampu membudidayakan maka terjadilah penyelundupan-penyelundupan. Negara rugi, masyarakat juga rugi," ujar dia.
Riyono menambahkan hal ini karena Indonesia memang belum mampu untuk melakukan budidaya terhadap sumber daya alam perikanan yang ada.
"Tekonologi di negeri ini belum mampu untuk membudidayakan lobster yang kemudian dapat dikonsumsi secara masif. Baru bisa diambil sisi keuntungannya pada saat benih lobster ini diekspor," tandas dia.
No comments:
Post a Comment